Banyak yang beranggapan bahwa teks adalah tulisan yang dapat kita baca.
Namun sebenarnya teks tidak hanya berbentuk tulisan (written), namun juga dalam
bentuk lisan (spoken). Ketika kita berbicara dengan orang lain, dapat dikatakan
bahwa kita menciptakan teks untuk menyampaikan makna. Begitu juga ketika kita
menulis.
Istilah teks berasal dari bahasa Latin "textum" yang berarti
menenun. Dalam proses penyusunan teks, setelah kita memilah dan memilih
katakata, selanjutnya kita menyusun kata-kata tersebut menjadi sebuah "tenunan"
kata-kata yang bermakna kuat. Zaman dulu istilah teks hanya dipakai untuk teks
tertulis saja, namun konsep teks dalam linguistik sistemik fungsional mengalami
perkembangan yang mengacu pada penggunaan bahasa tulisan maupun lisan. Dan ini
menjadi dasar dari pendekatan genre-based. (Fairclough, 1992; dalam Emi Emilia,
2011).
Pada dasarnya teks seolah-olah 'terbuat‘ dari kata-kata saja,
tetapi sebenarnya teks tersusun atas makna. Menurut Halliday, teks adalah satu “semantic
unit” atau kesatuan makna. Selanjutnya Halliday menggambarkan teks sebagai
berikut: The language people produce and react to, what they say and write,
and read and listen to, in the course of daily life. … . The term covers both speech
and writing … it may be language in action, conversation, telephone talk, debate,
… public notices, ... intimate monologue or anything else (1975: 123). (Haliday
dalam Emi Emilia, 2011).
Selanjutnya hal yang menjadi pertimbangan adalah apakah
serangkaian kata atau sepenggal kata itu bisa dianggap sebagai teks atau bukan.
Sebuah teks tidak bergantung pada ukuran atau panjang atau bentuk dari bahasa
itu, tetapi pada makna.
Contohnya sebagai berikut. Tulisan
“STOP” yang sering kita lihat di jalan
atau tanda-tanda lain di tempat umum, seperti “ENTRY” atau “OUT”, bisa
dikatakan sebagai teks karena berada pada konteks situasi yang tepat, sehingga
memiliki makna yang utuh kepada pembacanya.
Namun sebaliknya, satu paragraf dari sebuah skripsi atau satu
halaman dari sebuah novel, walaupun lebih panjang dari kata “STOP”, tidak bisa dianggap
teks karena tidak bisa memberi pemahaman yang utuh kepada pembacanya. (Emi
Emilia, 2011)
Contoh berikutnya, jika ada dua orang sama-sama berbicara tetapi masing-masing
berbicara semaunya dan ‘tidak nyambung‘ (misalnya orang gila) maka apa yang
mereka katakana sulit disebut teks karena tidak terlihat hubungan semantisnya.
Demikian pula kalau kita menulis sepuluh kalimat lalu kita urutkan kalimat-kalimat
tersebut secara acak maka hasilnya sulit disebut teks sebab membingungkan
pembacanya.
Kesimpulannya, teks mengacu pada contoh bahasa apa pun, dalam medium
apa pun, yang bisa difahami oleh seseorang yang mengetahui bahasa itu.
Artikel keren lainnya:
sangat membantu. terima kasih
ReplyDelete